Gertakan Erdogan dan Hubungan Turki- AS yang Terus "Panas"

 


Jakarta - Tensi hubungan Turki dan negara-negara Barat sempat naik menyusul pernyataan bersama 10 duta besar berisi tuntutan agar filantropis Osman Kavala, yang ditahan 4 dengan tuduhan mendanai demo dan percobaan kudeta, dibebaskan. Alasannya, penahanan itu melanggar HAM.

Kemenlu Turki langsung memanggil dubes Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Kanada, Denmark, Belanda, Norwegia, Swedia, Finlandia, dan Selandia Baru, Selasa, 19 Oktober 2021, sehari setelah pernyataan bersama itu. Mereka dipandang telah mencampuri urusan dalam negeri Turki.


Presiden Turki, Tayyip Erdogan, melihat tindakan Kemenlu itu kurang tegas. Ia pun memerintahkan Kemenlu untuk mengusir 10 dubes itu, Jumat pekan lalu. Namun kemarahannya mereda setelah para dubes menyatakan mematuhi konvensi diplomatik tentang non-intervensi.


"Tujuan kami bukan untuk menciptakan krisis, itu adalah untuk melindungi hak, hukum, kehormatan, dan kedaulatan negara kami," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi setelah memimpin rapat kabinet, Senin, 25 Oktober 2021.

"Dengan pernyataan baru yang dibuat oleh kedutaan yang sama hari ini, sebuah langkah mundur diambil dari fitnah terhadap negara dan bangsa kita ini. Saya percaya para duta besar ini ... akan lebih berhati-hati dalam pernyataan mereka mengenai hak kedaulatan Turki."


Jika pengusiran benar terjadi, dampaknya bisa sangat buruk terutama untuk Turki. Negara Barat tentu tak akan diam saja. Padahal baru sampai ancaman saja, pada Senin, 25 Oktober 2021, lira mencapai titik terendah baru sepanjang masa di awal perdagangan Asia.


Nilai tukarnya melemah 1,6% menjadi 9,75 per dolar AS dalam sebuah langkah yang dikaitkan oleh para bankir dengan komentar Erdogan. Lira Turki telah kehilangan hampir seperempat dari nilainya sepanjang tahun ini.


Kemal Kilicdaroglu, pemimpin oposisi utama CHP, mengatakan "Erdogan dengan cepat menyeret negara ke jurang".


"Alasan dari langkah-langkah ini bukan untuk melindungi kepentingan nasional tetapi untuk menciptakan alasan buatan atas kehancuran ekonomi," katanya di Twitter.


Negara Barat terlihat dingin menanggapi ancaman Erdogan yang akan mengusir dubes mereka itu. Ini bukan kali pertama Erdogan menantang Barat, khususnya Amerika Serikat. Ketika permintaannya untuk bisa memiliki jet tempur F-35 ditolak Gedung Putih, Erdogan belanja rudal S-400 dari Rusia yang nyata-nyata merupakan  ancaman pesawat siluman AS itu.


Alasan Erdogan saat membeli rudal Rusia itu adalah sebagai anggota NATO, mereka tidak mendapat pasokan mesin pertahanan yang memadai. Kini ia menggoda AS lagi dengan menyatakan akan menambah S-400 lagi di tengah permintaannya untuk mendapatkan F-16.


Gaya Erdogan menaikkan posisi tawar juga digunakan dalam krisis diplomatik ini. Apalagi hubungan Washington dan Ankara  tidak terlalu mulus dalam lima tahun terakhir, di antaranya karena ketidaksepakatan tentang kebijakan terhadap Suriah, hubungan yang lebih dekat antara Ankara dengan Moskow, ambisi angkatan laut Turki di Mediterania timur, tuduhan AS terhadap bank milik negara Turki, dan pandangan terhadap hak dan kebebasan di Turki.


AS tampaknya juga tidak mau kehilangan muka. Departemen Luar Negeri AS mengatakan pernyataan Senin di Twitter itu "untuk menggarisbawahi bahwa pernyataan yang kami keluarkan pada 18 Oktober konsisten dengan Pasal 41", meski mereka mengaku akan melanjutkan dialog dengan Turki.


"Kami teguh dalam komitmen kami untuk mempromosikan supremasi hukum, untuk mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia secara global," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price.


Jadi hubungan Ankara dan Washington tampaknya akan terus “panas”.

Posting Komentar

0 Komentar