Mencari Titik Temu Jadwal Pemilu 2024


  Jakarta - Sejumlah kelompok sipil mengkritik sikap pemerintah yang dinilai terlalu mengintervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) ihwal jadwal Pemilu 2024. Mereka menilai pemerintah hendak memaksakan keinginan agar pemungutan suara Pemilu 2024 digelar pada 15 Mei. Adapun KPU mengusulkan pencoblosan dilaksanakan pada 21 Februari 2024.

"Saya melihat pemerintah mau memaksakan dan mengintervensi jadwal ini," kata mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay kepada Tempo, Senin, 25 Oktober 2021.


Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) ini mengatakan gejala pemerintah yang ingin memaksakan kehendak itu dapat ditelisik dari sejumlah peristiwa. Pertama, dia mengatakan usulan tanggal dari pemerintah itu datang tiba-tiba di ujung pembahasan jadwal Pemilu 2024.


Hal ini juga pernah dikemukakan anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Guspardi Gaus. Politikus Partai Amanat Nasional tersebut mengaku kaget saat pemerintah tiba-tiba mengusulkan jadwal 15 Mei 2024, sebab tak pernah ada pembicaraan sebelumnya.

Hadar Nafis Gumay mengatakan, setelah terjadi perbedaan pendapat, pemerintah lantas memundurkan penetapan jadwal Pemilu 2024. Sedianya, rapat penetapan itu digelar pada 6 Oktober lalu. Namun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersurat kepada DPR meminta penjadwalan ulang dengan alasan diundang menghadiri rapat internal terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).


Pada 2-3 Oktober 2021, Kementerian Dalam Negeri, Komisi II DPR, dan KPU sebenarnya telah menggelar konsinyering di Hotel Aston, Bogor. Dua narasumber Tempo bercerita dalam rapat itu Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, berbantahan dengan KPU dan sejumlah fraksi mengenai jadwal Pemilu 2024.


Konsinyering selama dua hari itu tak menghasilkan kesepakatan. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menilai perdebatan dalam konsinyering itu biasa sebagai dinamika. "Beda pendapat itu biasa untuk mencari yang terbaik," kata Doli pada 6 Oktober lalu. Politikus Golkar ini menutup rapat dengan mengusulkan agar Kemendagri berkomunikasi dan melakukan konsolidasi dengan KPU.


Pada Selasa malam, 5 Oktober 2021, Kemendagri, KPU, dan Komisi II kembali bertemu di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Lagi-lagi, pertemuan itu tak mencapai titik temu.

Namun pada Senin, 4 Oktober 2021, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dikabarkan mengundang tujuh komisioner KPU. Tiga narasumber Tempo mengatakan, Tito melobi agar KPU menyetujui usulan pemerintah.


Pada 6 Oktober lalu, komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi membenarkan pertemuan dengan Tito. Dalam pertemuan itu, kata Pramono, KPU meminta kepastian adanya kecukupan waktu untuk setiap tahapan dan tak membebani jajaran penyelenggara di bawah.


KPU pun mengusulkan dua opsi. Pertama, hari-H pemilu pada 21 Februari 2024 dan pilkada 27 November 2024. Adapun opsi kedua mengikuti hari-H usulan pemerintah pada 15 Mei 2024, tetapi KPU meminta pencoblosan pilkada diundur menjadi 19 Februari 2025.


"Jadi KPU tidak mematok harus tanggal 21 Februari serta menolak opsi lain," kata Pramono kepada Tempo.


Jika opsi kedua yang dipilih, konsekuensinya adalah perlu payung hukum baru untuk memundurkan jadwal pilkada. Sebab, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengatur bahwa Pilkada 2024 digelar pada bulan November. Pramono mengatakan usulan ini pun telah disampaikan dalam konsinyering di Sentul.


Hadar Nafis Gumay mempertanyakan alasan Mendagri mengundang para komisioner KPU. Ia menilai tindakan tersebut mencurigakan. "Apa maksudnya mengundang komisioner KPU ke rumahnya?"


Pegiat pemilu juga berkali-kali mengingatkan pemerintah bahwa kewenangan menetapkan jadwal ada pada KPU. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia mengatakan, setidaknya ada tiga dasar hukum yang menegaskan kewenangan KPU tersebut.


Pertama, Pasal 22 E UUD 1945 menyebutkan bahwa pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Kedua, di UU Pemilu pada pasal 167 menyebut secara tegas bahwa penentuan hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara ditentukan KPU dengan keputusan KPU.


Kemudian ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92 Tahun 2016 yang menguatkan kemandirian KPU, yaitu konsultasi pada DPR dan pemerintah dalam membuat peraturan KPU (PKPU) tidak mengikat. "Apa yang diusulkan pemerintah atau anggota Komisi II hanya usulan kepada KPU," ujar Nurul dalam diskusi pada Ahad, 24 Oktober 2021.

Ketua lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Violla Reininda mengaku memahami alasan KPU tak bisa serta-merta menetapkan jadwal Pemilu 2024 kendati kewenangan ada pada mereka. Ia menduga KPU mendapatkan tekanan politik, baik dari pemerintah maupun DPR, ihwal penentuan tanggal pemungutan suara ini.


"Bisa jadi karena ada tekanan politik baik dari DPR maupun pemerintah untuk menghasilkan kesepakatan dan kesepahaman mengenai jadwal pemilu," ujar Violla pada Selasa, 12 Oktober lalu.


Violla mengatakan, polemik penetapan tanggal pemilu 2024 ini tak terlepas juga dari masalah anggaran. Pembiayaan perhelatan politik akbar itu bagaimana pun akan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang penetapannya merupakan wewenang pemerintah dan DPR.


Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan kewenangan penetapan jadwal Pemilu 2024 memang kewenangan KPU. Namun, ia berujar penyelenggara pemilu itu tetap mesti berkoordinasi dengan pemerintah dan DPR. Politikus NasDem ini beralasan, pemerintah pun memiliki pertimbangan, misalnya dalam penyediaan anggaran pemilu di tengah situasi pemulihan ekonomi akibat pandemi.


"Kalau KPU memaksakan, ya bisa saja, tetapi kan ada konsekuensi-konsekuensi," ujar Saan kepada Tempo, Senin, 25 Oktober 2021.


Hadar Nafis Gumay menilai kewenangan penganggaran itu mestinya tak digunakan pemerintah untuk menyandera KPU. Menurut dia, bagaimana pun pemerintah memang bertanggung jawab mendukung pembiayaan pemilu. Di sisi lain, dia meminta KPU tak ragu dan takut berbeda pandangan dengan pemerintah.


"Jadi saya kira sudah waktunya kita meminta Presiden Jokowi untuk tidak terus memaksakan jadwal ini melalui Mendagri. Mereka harus menghormati KPU sebagai lembaga yang mandiri," kata dia.


Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, enggan menanggapi pertanyaan dari kelompok sipil yang terlontar ini. Ia mengatakan Kemendagri saat ini tengah berfokus pada pelaksanaan seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu masa jabatan 2022-2027.


"Pendapat saya pribadi, mungkin ada baiknya diskusi ini kita bicarakan nanti. Kita tunda dengan anggota KPU-Bawaslu yang terpilih baru, karena beliau-beliau yang baru tersebut yang akan melaksanakannya," ujar Bahtiar lewat pesan singkat, Senin, 25 Oktober 2021.

Posting Komentar

0 Komentar