Detik86 news com, Medan - Komisi II DPRD Medan mengeluarkan rekomendasi agar pihak Sampoerna Academy (SA) memenuhi keinginan orang tua siswa yang menjadi korban pemecatan akibat adanya dugaan perundungan (bullying/buli) antar siswa di sekolah internasional tersebut.
"Kita mengeluarkan rekomendasi selama 3 hari ini agar pihak sekolah SA menanggapi keinginan orang tua siswa agar mencabut surat pernyataan yang menyatakan anak mereka adalah pelaku dugaan kasus perundungan. Apalagi, orang tua memang tidak mau lagi anaknya bersekolah di SA. Ini agar nama anaknya bersih dan bisa fokus belajar lagi di sekolahnya yang baru," ujar Ketua Komisi II DPRD Medan, Sudari, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak orang tua siswa, kuasa hukum, Artanti Silitonga, Dinas Pendidikan Medan dan manajemen SA, Senin (12/8/2024).
Selain rekomendasi ke pihak SA, DPRD Medan juga meminta Dinas Pendidikan dalam waktu sepekan ke depan agar mengevaluasi SA terkait perizinan, operasional maupun keberadaan tenaga asing sebagai staf pengajarnya.
"Setelah mendengar pengaduan dari dua pihak, baik orang tua siswa dan SA, kita harap ada titik temu yang baik bagi semua pihak. Orang tua siswa hanya ingin surat pernyataan yang dikeluarkan SA soal dugaan perundungan itu dicabut. Karena orang tua juga sudah minta maaf atas kasus yang diakui sang anak tidak ada dilakukannya," ucap Sudari.
Dugaan perundungan dituduhkan kepada siswa kelas SMP SA yang masih berusia 13 tahun berinisial LS. Dia dituding melakukan perundungan terhadap 4 orang siswa kelas 2 SMA. Tapi data tuduhan perundungan tersebut didapat pihak sekolah dari media sosial milik LS. Seperti yang disampaikan pihak sekolah pada RDP yang dipimpin Ketua Komisi 2 Sudari.
Turut hadir dari Komisi 2 yakni, Janses Simbolon, Johannes Hutagalung, Wong Chun Sen dan Edi Saputra. Hadir orang tua siswa berinisial PS, didampingi kuasa hukumnya Artanti Silitonga. Hadir juga pakar hukum Prof Maidin Gultom dan pengamat pendidikan Dr Joharis Lubis.
Sedangkan dari pihak SA hadir Mayola, Ratih, Maria, Rivaldi dan Riki Priyandi. Turut hadir dari Pemko Medan Andi Yudistira, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan.
PS menceritakan anaknya pindahan dari Primeone School ke Sampoerna Academy kelas 7 atau kelas 2 SMP. Uang pendaftaran, uang buku, uang sekolah sudah dibayar. Namun belum lagi tahun ajaran baru dimulai (masih calon siswa), LS dan temannya dituduh pelaku perundungan kepada 4 orang anak kelas 2 SMA.
Pihak sekolah menjelaskan dalam RDP tersebut, LS dan temannya melakukan bullying dan didapat dari media sosial. Pihak sekolah lalu meminta LS untuk tidak masuk sekolah terlebih dahulu menunggu permasalahan selesai. Orang tua siswa membantah kalau anaknya berbuat seperti itu dan menilai tidak ada hak sekolah memutuskan seperti itu. PS sudah pasrah anaknya keluar dari SA, yang dimohonkannya adalah surat sekolah yang menyatakan anaknya pelaku perundungan supaya dicabut agar nama anaknya bersih.
Namun permohonan tersebut ditolak pihak sekolah, karena itu sudah menjadi peraturan sekolah. Mereka tidak bisa diintervensi, walaupun siapapun memohonkan, pihak sekolah tidak akan mencabut surat tersebut, meski PS dengan kerendahan hati memohon kepada pihak sekolah.
Sikap pihak sekolah tersebut mendapat reaksi keras dari Janses Simbolon. Politisi Hanura ini menyatakan tindakan sekolah adalah salah. Karena LS belum resmi menjadi siswa di SA dan kejadiannya bukan di dalam sekolah, sehingga tidak ada alasan sekolah melakukan tuduhan perundungan.
Setelah ditelusuri, ternyata izin sekolah tersebut hanya Taman Kanak-Kanak (TK) tapi sudah menamatkan sekolah sampai SMP dan SMA. Namun Corporate Support SA, Maria, menyatakan, pihaknya sudah mengeluarkan keputusan bahwa tidak lagi menerima siswa tersebut untuk bersekolah di SA. Soal izin sekolah tingkat SMP dan SMA yang belum ada, pihak sekolah akan mengurus izinnya.
"Kami mohon dihargai keputusan kami dan kami tidak mau diintervensi dari pihak manapun. Keputusan kami tegas dan tetap sama. Kalau terkait perizinan sekolah yang memang dibutuhkan, siap kami berikan," tegasnya.
Sedangkan Kabid SMP Dinas Pendidikan Kota Medan Andy Yudistira mengatakan, SA merupakan wewenang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014, masalah pemantauan evaluasi dan izin itu langsung ditangani Kemendikbud pusat, tidak dalam ranah Dinas Pendidikan Kota Medan.
"Selama ini kita tidak pernah berkomunikasi dengan pihak SA. Ijazah siswa juga tidak rekomendasi dari Dinas namun hanya dititipkan oleh Kementerian. Dalam masalah ini kita sudah meminta pihak SA memenuhi keinginan orang tua siswa tapi tidak ditanggapi juga," imbuhnya.
Komisi 2 akhirnya merekomendasikan agar Dinas Pendidikan menelusuri izin-izin sekolah, dan keberadaan orang asing sebagai tenaga pengajar apakah sudah terdaftar di imigrasi atau belum. Pihak sekolah juga diminta mempertimbangkan permohonan orang tua siswa dengan membicarakan dengan pihak manajemen.
"Kami beri waktu 3 hari," kata Sudari sambil menutup pertemuan. (BR)
0 Komentar